Sabtu, 01 Oktober 2016

AgaInts The Gods BI Chapter 21

Againts The Gods Bahasa Indonesia
Chapter 21: Berbagi Tempat Tidur
- - - - - -
Penerjemah: PujanggaCinta
*Catatan: Mulai chapter ini dan selanjutnya, saya akan menggunakan "ia" sebagai kata ganti ketiga laki-laki dan "dia" sebagai kata ganti ketiga perempuan. Hal ini akan berlanjut sampai ada Pemberitahuan berikutnya.
- - - - - -
Kebiasaan adalah hal menakutkan. Secara diam-diam dan tanpa disadari mampu mempengaruhi hati seseorang.

Selama acara pernikahan, Xiao Che ingin mengulurkan tangan membantu Xia Qinyue tapi malah tangannya dibekukan oleh Xia Qinyue. Pertama kali ia memanggilnya dengan sebutan "istri", Xia Qinyue hampir terbakar oleh amarah. Di saat ia menggandeng tangan Xia Qinyue, ia merasakan dingin hawa membunuh yang berasal darinya.

Tapi, beberapa hari belakangan, panggilan "istriku Qinyue" yang keluar dari mulut Xiao Che makin lama makin lancar.  Entah apapun yang dirasakan dihatinya, pada penampilan luar, dia telah sepenuhnya menerima panggilan ini. Bahkan melepas baju di hadapannya kini sudah tidak terasa janggal lagi, apalagi hanya sekedar menggandeng tangan.

Beberapa hari ini Xiao Che tetap tidur di pojok kamar tapi sekarang keadaannya sudah lebih baik dengan adanya selimut tebal yang dibentangkan di lantai sebagai alas tidur. Ketika jam tiga pagi menjelang, ia akan bangun sendiri lalu menggunakan jarum perak akupuntur untuk melakukan terapi pada Xia Qinyue. Beberapa hari belakangan, Xia Qinyue juga merasakan seberapa besar perubahan menakjubkan yang terjadi pada kondisi fisiknya.

Lampu kamar bersinar redup, namun dengan punggung Xia Qinyue yang bagai giok, kulitnya tampak bercahaya lebih terang dari salju putih. Xiao Che memegang jarum perak di tangannya sambil jari-jarinya berkelebat cepat. Tak lama kemudian, ia sudah basah kuyup oleh keringat. Setengah jam kemudian, satu sesi dari terapi "membuka jalan tenaga" sudah usai. Setelah Xiao Che mencabut semua jarum perak, ia menghembuskan nafas panjang, lega. Kecapekan, kepalanya tiba-tiba merasa pusing dan tubuhnya linglung lalu jatuh menimpa punggung telanjang Xia Qinyue. Rasa hangat dan empuk yang tak terungkapkan oleh kata dirasakan di dadanya.

Xia Qinyue tersentak dan membuka mata, amarah terpancar dari matanya. Dia hampir saja akan menggunakan tenaganya untuk mendorong Xiao Che melayang jauh. Namun hal ini tak jadi dilakukannya saat dia mendengar nafas Xiao Che yang ternyata sangat lemah...lebih lemah dari sebelum-sebelumnya.

Xia Qinyue menarik kembali tenaga dalamnya dan hanya menggunakan sedikit tenaga untuk mendorong kesamping Xiao Che. Dia lalu mengenakan baju dan segera menopang tubuh lemas Xiao Che. "Kamu kenapa?" Tanya Xia Qinyue sambil memperhatikan kondisi tubuh Xiao Che.

Wajah Xiao Che begitu pucat yang bahkan tak terlihat seberkas aliran darah pun diwajahnya. Matanya setengah terbuka seakan sudah tak punya tenaga untuk membukanya lebar. Ia sedikit mengangguk sambil berkata lemah: "Tidak apa-apa... Aku hanya terlalu memforsir... tenaga dan energiku sedikit... Biarkan aku istirahat sejenak dan aku akan baik-baik saja."

Pikiran Xia Qinyue berkecamuk, rasa sakit di hati, yang seharusnya tidak dipunyai olehnya,  kini muncul kembali.

Pada awal terapi akupuntur, seluruh tubuh Xiao Che menjadi lemas setelah melakukan terapi. Ketika hal ini terjadi, ia bisa bertenaga lagi dengan mudah. Namun untuk beberapa hari belakangan, ia harus melakukan terapi akupuntur terhadap Xia Qinyue setiap hari. Setiap tusukan jarum memerlukan tenaga ki maksimal darinya. Tubuhnya memang lemah sejak awal. Dengan terus-meneeus menguras tenaga hingga lemas seperti ini...bagaimana mungkin ia mampu untuk bertahan? Sangat memungkinkan bila tubuhnya akan menderita kerusakan yang permanen.

"...Kamu tak perlu berusaha terlalu keras untukku. Aku tak pantas menerimanya." Kata Xia Qinyue dengan pandangan penuh perasaan kompleks.

Xiao Che menyeringai dan tertawa: "Tidak, kau emang pantas...karena kau...istriku yang sah!"

Xia Qinyue: "......"

Xia Che menutup matanya lalu perlahan menghimpun tenaga. Ia berkata dengan suara pelan: "Walaupun kau menikahiku hanya untuk membalas budi, kau tak pernah menganggapku sebagai suami.  Namun tak mungkin bagiku untuk menganggapmu bukan istriku kecuali setelah menceraikanmu. Memperlakukan istri dengan baik adalah tanggung jawab pokok dan kehormatan paling penting bagi lelaki...."

Setelah mengatakan kalimat itu, Xiao Che mulai merasakan kehangatan di dadanya... Kataku! Aku saja tersentuh dengan kalimat tadi. Aku tak percaya kau, dengan hati wanitamu, tak merasakan apapun di hatimu!

Agak lama detik waktu berjalan, ia tak mendengar sepatah katapun dari Xia Qinyue. Ia lalu membuka mata, bernafas ringan, dan berkata dengan wajah memelas: "Istriku Qinyue, tampaknya aku tak kuat untuk berjalan sendiri. Bisakah kau...bantu aku ke sana?"

Matanya tertuju pada pojok ruang kamar...tempat biasanya ia tidur.

Xia Qinyue melihat pada selimut yang terbentang di pojok ruangan, rasa sakit dihatinya, yang seharusnya tidak dia punya, kian menjadi-jadi. Dia menggelengkan kepala, beranjak ke samping tempat tidur dan berkata: "Kamu tidur di kasur aja, biar aku tidur di sana."

Mendengar ucapan ini, Xiao Che tersentak kuatir. Meminjam kekuatan entah dari mana, ia segera mengulurkan tangan dan memegang tangan Xia Qinyue: "Tidak bisa! Tidak boleh! Walaupun kau lebih kuat dariku dalam semua hal...aku laki-laki dan kau wanita! Sebagai laki-laki bagaimana bisa aku tidur di kasur dan membiarkanmu tidur di lantai! Jika kau mau tidur di sana, maka Lebih baik aku tidur di luar halaman saja!"

Suaranya tegas dan mengandung ketetapan hati yang tak tergoyahkan. Setelah berkata, ia lalu berupaya untuk bisa bangun, seakan hendak beranjak bangun dari kasur.

Sebuah ekspresi kompleks muncul di raut wajah Xia Qinyue. Dia menggigit bibirnya pelan, lalu setelah sedikit bimbang, akhirnya dia membuat keputusan. Dia menjulurkan tangan dan mendorong perlahan tubuh lemas Xiao Che kembali baring, menarik selimut merah, lalu meyelimuti kedua tubuhnya dan tubuh Xiao Che dengan itu.

"Kamu tidak diperbolehkan menyentuhku."  Xia Qinyue berbaring di setengah kasur bagian luar. Punggungnya menghadap Xiao Che, menyembunyikan ekspresi wajahnya saat ini.

Xiao Che diam-diam tersenyum. Ia segera mengambil posisi nyaman dan menutup matanya dengan bahagia. "Tenang saja. Dengan tenaga dalammu, walapun aku mau, aku tetap tidak akan bisa berbuat apa-apa padamu...haahh, berbagi tempat tidur, dengan beginilah kita bisa disebut sebagai suami istri..."

Xia Qinyue: "..."

"Baiklah...istriku Qinyue, aku tidur dulu...z, aku akan minta bibi kecil untuk membuatkan sup ayam dan ginseng untuk memulih...zZzz..."

Ucapan Xiao Che kian bertambah pelan. Di saat ucapannya telah berhenti, suara dengkurannya mulai terdengar. Ia tertidur lelap di tengah kondisinya yang kecapekan.

Xia Qinyue diam-diam berbalik menghadap kearahnya.  Melihat wajah Xiao Che dari dekat, matanya bergetar dengan perasaan tak menentu.

Semenjak dia bergabung dalam Perguruan Awan Beku Asgard,  dia telah memutuskan untuk menahan perasaan dan hasratnya seumur hidup. Tak pernah terbersit di benaknya bahwa suatu hari dia akan tidur seranjang dengan seorang pria. Sebelum menikah, dia bahkan tak mengijinkan Xiao Che menyentuhnya sedikitpun...

Namun sekarang, dia tidur seranjang bersamanya. Tidak hanya itu, di hatinya pun tak ada banyak penolakan.

Ada apa denganku? Apa jangan-jangan karena aku merasa bersalah padanya?

Mungkin....

Pikirannya gelisah, dan tanpa disadari akhirnya dia juga tenggelam dalam mimpi. Dia tidak menyadari bahwa bisa tidur dengan pulas padahal ada pria yang berbaring di sebelahnya itu menandakan secara tidak sadar hatinya sudah tidak ada rasa khawatir atau penolakan terhadap Xiao Che.

Xiao Che tertidur sampai tiga jam setelah matahari terbit. Saat ia membuka mata, Xia Qinyue sudah tidak ada di sampingnya. Sosoknya pun tak terlihat di dalam kamar.

Walaupun ia beristirahat semalam penuh, tubuhnya masih kelelahan seakan-akan baru menderita luka yang parah. Xiao Che bangun dan menghela nafas panjang lalu berkata pada dirinya: "Kalau ini berlanjut terus bisa-bisa badanku benar-benar akan rusak. Kayaknya pamerku agak berlebihan."

"Namun, hanya ini satu-satunya cara agar dia mau membantu mencarikan tiga benda itu untukku."

Xia Che bangun dari tempat tidurnya lalu ganti baju. Setelah melepas baju luarnya, ia memegang liontin yang melingkar di lehernya, berpikir... Pada hari pertama ia terlahir kembali, ingatan yang saling bertumpuk membuat kecurigaannya terhadap liontin ini semakin besar. Karena pada kehidupannya di Benua Awan Biru, ia juga memiliki sebuah liontin yang bentuknya sama persis dengan yang ia pakai sekarang ini! Liontin ini terbuat dari perak dan dapat dibuka sehingga tampak dua buah cermin yang terang dan jernih pada tiap sisi dalamnya. Namun, ya cuma itu. Tidak ada lagi hal spesial lainnya.

Di Benua Awan Biru, gurunya mengatakan bahwa liontin ini sudah ada di lehernya saat beliau menemukan Xiao Che. Ditambah lagi, liontin yang ada dilehernya ini juga sudah melingkar di lehernya sejauh ia bisa mengingat. Kakeknya mengatakan bahwa kalung liontin ini adalah pemberian ayahnya, Xiao Ying, yang entah didapatkan dari mana. Sejak ia lahir, liontin ini sudah mengalung di lehernya dan juga sebagai kenangan peninggalan ayahnya.

Dua kehidupan... Satu liontin yang sama... Apa yang sebenarnya terjadi di sini..?

Setelah ganti baju, Xiao Che segera masuk kedalam Mutiara Racun Langit. Di dalam dunia berwarna hijau zamrud, seorang gadis berambut merah menyala masih mengapung di udara dalam posisi terlindungi tanpa adanya tanda-tanda akan  segera bangun.

Dalam dua hari ini, ia mencoba bertanya pada kakek dan Xia Qinyue tentang suatu daerah yang rambut penduduknya berwarna merah. Jawaban yang selalu dia dapatkan adalah "Ini pertama kali aku mendengarnya."  Hal ini menyebabkan Xiao Che lebih curiga dan lebih ingin tahu tentang identitas gadis ini. Walau begitu, ia tidak memberitahukan orang lain tentang keberadaan sang gadis.

Setelah memakai baju harian biasa, ia merenggangkan badan dengan nikmat. Mendadak, tercium aroma enak nan memikat lewat di depan hidung Xiao Che dan membuatnya mengeluarkan air liur dalam sesaat. Ia mengikuti asal aroma tersebut dan setelah mendapati ada sebuah mangkuk sup diatas meja, ia dengan gerak cepat menghampirinya. Di saat ia membuka penutup mangkuk, gumpalan uap yang disertai dengan aroma lezat membumbung perlahan.

"Sup ayam dan ginseng...ah! Bibi kecil emang yang terbaik!" Perut Xiao Che mendadak bergemuruh nyaring. Ia ambil sumpit lalu mulai melahap makanan tersebut. Selang tak berapa lama setelah ia mulai menikmati makanan, pintu kamar terbuka, dan Xiao Lingxi, dengan pakaian serba kuning muda, masuk kamar dengan penuh pesona. Melihat gaya makan Xiao Che, ia membuka mulut: "Yi? Sup ayam? Aromanya Lezat! Terus kayak ada aroma ginsengnya juga. Che kecil, siapa yang membuatkanmu sup ayam ini? Hee heee, kamu juga ga bilang-bilang, makan diam-diam di sini!"

Ucapan Xiao Lingxi membuat Xiao Che terhenti sejenak: "Bibi kecil, jangan-jangan bukan kau yang membawa makanan ini kemari?"

"Tentu saja bukan!" Kata Xiao Lingxi, dia merasa ada yang aneh. "Siapa lagi selain aku yang mau membuatkanmu sup ayam? Hmm... Hanya ada satu orang, istrimu Qinyue! Tampaknya hubungan kalian berdua suami istri lumayan akur."

Kata-kata Xiao Lingxi sudah jelas mengandung perasaan pahit. Xiao Che meletakkan  sumpitnya dan bergumam: "Dia... Bagaimana mungkin dia...mau membuatkan sup untukku..."

Jelas ini tidak mungkin!

"Huh! Tak masalah siapa yang membuatkanmu sup. Emang dari awal kan kamu doyan sup ini, ya udah cepet habisin..! Sebenarnya aku kesini mau ngasih tau kalau Sekte Xiao akan tiba nanti sore. Sekarang seluruh Klan Xiao sedang mempersiapkan penyambutan. Ketika saatnya tiba, kamu harus hati-hati. Kamu jangan sembarangan menyinggung orang-orang Sekte Xiao."Kata Xiao Lingxi, serius.

"Aku tahu. Kalau keadaan makin buruk aku tak akan keluar. Lagipula mereka tak mungkin akan memilihku." Kata Xiao Che, cuek.

"Kamu tak boleh diam di dalam rumah." Kata Xiao Lingxi sambil menggoyangkan jari lentiknya, lalu melanjutkan, serius: " Kata Kepala Klan, Tuan Muda dari Sekte Xiao ingin melihat semua orang di Klan Xiao...Tidak boleh ada seorang pun yang ketinggalan. Pada saat itu, kamu gak boleh lupa sopan santun."

"Kalau begitu malah bagus. Kan Bibi Kecil tahu sendiri bahwa aku ini orang yang paling sopan." Jawab Xiao Che sambil tersenyum. Dia lalu kembali melahap makanannya.

"Baiklah. Kalau gitu aku pergi ke ayah dulu buat bantu-bantu. Sebaiknya kamu segera menyusul kami setelah kamu selesaikan makan sup ayam-mu ini." Kata Xiao Lingxi, lalu dia berbalik dan beranjak pergi.


EmoticonEmoticon